Dalam manajemen sumber daya manusia salah satu proses yang dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan adalah dengan cara seleksi. Begitu pula dalam suatu negara demokrasi di "katanya" Negera Republik Indonesia adalah negara demokrasi terbesar ketiga didunia. Ini seharusnya menjadi sebuah kebanggaan dan selalu memperbaikinya agar lebih baik lagi kedepannya supaya kita bisa menjadi role models bagi negara lain di dunia.
Didalam pemilihan presiden 2014 ini saya mau membagikan sedikit pengalaman saya dalam partisipasi politik. Saat ini saya berada di perantauan dan memilih presiden dan wakil presiden di perantauan. Pemilu 2014 adalah pengalaman kali pertama saya memilih presiden dan wakil presiden dalam lima tahun kedepan. Sebagai pemilih pemula saya sangat antusias sekali mengikuti pesta demikrasi lima tahunan sekali ini. Pilihan pun telah saya siapkan jauh-jauh hari dengan segala pertimbangan, analisis kinerja, dan track record maka terpilihlah salah satu capres dan cawapres yang akan saya pilih pada 9 juli mendatang.
Pada saat hari H pencoblosan saya membawa formulir a5 khusus untuk perantau maupun pindahan yang saya download di internet sesuai dengan anjuran dari kpu.
Di tempat pencoblosan atau TPS, petugas kpps yang berdiri menyambut para pemilih yang datang. Hanya sekedar mencari informasi apakah masyarakat perantau seperti saya dan beberapa teman saya boleh memilih ditempat tersebut. Petugas itu bersikeras tidak memperbolehkan kami mencoblos, tetapi dengan segala perdebatan kami disuruh datang lagi pada pukul 1 siang. Ternyata eh ternyata kami tak diperbolehkan memilih dengan alasan kami harus melapor dikelurahan seminggu sebelum. Yang menjadi pertanyaan saya adalah bagaimana dengan pemilih yang saat itu pergi keluar kota? Apakah tidak bisa memilih dikota yang saat ini mereka tinggali. Yang lebih mengherankan lagi salah satu teman kampus saya malah dipersulit dalam pencoblosan padahal dia punya ktp daerah itu dan malah dicurigai karena perkara ktpnya terlihat tipis. Hahaha, loh itu sudah jelas-jelas asli dan masa aktif masih sampai tahun 2015. Maka ada sebuah pertanyaan besar dibalik pesta demokrasi di Indonesia, Apakah ini yang disebut Demokrasi jika mempersulih rakyat?
Beberapa lembaga survey mengklaim bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Indonesia dalam Pemilu kali ini meningkat 75 persen. Kalau bagi saya jumlah ini masih bisa meningkat sampat 90 persen keatas jika pemilihan dipermudah.
Kalau dari saran saya, untuk kedepannya KPU agar mendirikan TPS di kampus-kampus. Kalau menurut saya ini akan lebih efektif untuk meningkatkan tingkat partipasi masyarakat terutama pada tingkat mahasiswa ini perlu dilakukan karena mereka merupakan agen of change bagi bangsa Indonesia. Semoga saja untuk kedepannya tingkat partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam pemilu akan lebih meningkat. Karena dengan satu suara kita akan membuat perubahan bagi Indonesia lima tahun mendatang.